gita galantari
Siapkan Dana Darurat di Era VUCA

Haru tangis karyawan Ramayana dalam video yang saya terima melalui whatsapp masih lekat diingatan. Belum lagi cerita dari rekan-rekan, juga berita yang menyebutkan 1,9 juta pekerja telah dirumahkan karena 83.546 perusahaan kesulitan melanjutkan bisnisnya di tengah pandemi ini (sumber: Kompas.com).
Saya pun teringat dengan "VUCA world" yang dibicarakan oleh salah satu dosen di ruang kelas strategic management kala itu. Beliau menyampaikan bahwa perusahaan harus siap menghadapi Volatility (bergejolak), Uncertainty (tidak pasti), Complexity (kompleks), dan Ambiguity (tidak jelas). Volatility yang dimaksud yaitu dinamika sosial, ekonomi, dan politik yang berubah dengan cepat dengan lama durasi yang tidak diketahui. Uncertainty yaitu sulitnya memprediksi apa yang akan terjadi karena banyaknya ketidak pastian. Complexity yaitu banyaknya variable dan keterhubungan yang membuat proses jadi melelahkan. Ambiguity yaitu situasi yang mengambang dan kejelasannya dipertanyakan.
Deskripsi VUCA terasa cocok dengan situasi pandemi saat ini, dimana kita menyaksikan IHSG merosot, Rupiah melemah, upaya mengeluarkan narapidana korupsi dari penjara dengan alasan pandemi, pengangguran, pemimpin pusat dan daerah yang berbeda pendapat, kelangkaan Alat Pelindung Diri (APD) untuk tenaga medis, dan lain sebagainya. Kita tidak tahu apa yang sedang terjadi, apakah pemerintah benar-benar terbuka dengan data terkait pandemi ini dan kapan situasi ini selesai, semua ambigu dan tidak pasti. Banyak kemungkinan yang bisa terjadi di luar rencana. Pandemi ini jelas salah satu kemungkinan yang luput dari prediksi banyak pihak.Â
VUCA menjadi relevan untuk kita terapkan pada diri sendiri, menyiapkan aksi dan reaksi dalam menghadapi pandemi ini. Bukan takut berlebihan hingga menjadi egois menggunakan pakaian hazmat hanya untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Kita tidak perlu berpikir dan bertindak berlebihan, melainkan perlu waspada dan berpikir lebih dalam. Mengendalikan apa yang bisa kita kendalikan seperti menjaga kesehatan diri dengan asupan bergizi dan disiplin pada kebersihan diri, juga menjaga kelangsungan aspek keuangan pribadi.
Manajemen perusahaan dimana kita bekerja bisa menyampaikan bahwa keuangan perusahaan masih bisa tertangani, tapi sampai kapan? Bagaimana kalau keadaan seperti ini terus berlanjut? Mampukah perusahaan terus bertahan? Rasanya kita tidak pernah benar-benar tahu keuangan perusahaan tempat kita bekerja, bahkan perusahaan terbuka sekalipun kadang mempercantik laporan keuangannya.Â
Dana darurat menjadi prioritas untuk segera disiapkan. Syukurlah bagi mereka yang sudah disiplin mempersiapkan dari jauh hari. Merekalah orang-orang yang sedia payung sebelum hujan. Bagi yang belum, tenang kamu tidak sendirian. Banyak dari kita yang juga belum siap dan belum terlambat untuk memulai sekarang.
Jumlah dana darurat yang diperlukan masing-masing orang berbeda, sesuai dengan gaya hidupnya. Â Total pengeluaran dan berapa lama akan bertahan dengan dana darurat menjadi penentu. Biasanya nilai dana darurat sekitar 6 - 12 kali dari total pengeluaran bulanan. Begini ilustrasinya:

Kita asumsikan dalam waktu 6 bulan akan tidak memiliki penghasilan dengan total pengeluaran setiap bulan Rp 5.000.000,- (tempat tinggal, cicilan, makan, transportasi, dll). Maka dana darurat yang diperlukan untuk bertahan hidup selama 6 bulan tanpa pemasukan adalah Rp 5.000.000,- x 6 bulan = Rp 30.000.0000,-.
Jadi kamu punya waktu 6 bulan untuk bisa mendapatkan pekerjaan atau sumber pemasukan lain. Kalau kamu merasa kurang aman maka coba dengan 12 bulan, tentunya dana yang diperlukan jadi lebih besar.
Wah gimana caranya bisa tiba-tiba ngumpulin dana sebanyak itu? Saran saya dalam keadaan sekarang kamu harus menekan pengeluaran kamu dan fokus menyisihkan penghasilanmu untuk dana darurat ini.
Lalu bagaimana kalau kamu terlanjur kehilangan pekerjaan tapi belum memiliki dana darurat? Coba kamu hitung kembali apakah jumlah tabungan yang kamu punya mencukupi. Jika tidak cukup, coba kamu pilah barang-barang apa yang bisa kamu jadikan dana segar, seperti misalnya perhiasan, alat elektronik yang masih bernilai tinggi, barang koleksi, dan lainnya.Â
Setelah itu kamu bisa hitung dengan cermat sekiranya berapa lama kamu bisa bertahan dengan hasil menjual beberapa barangmu. Kamu juga harus menekan pengeluaranmu seminimal mungkin ya. Menjadi drop shipper barang-barang yang tengah menjadi kebutuhan pokok menurut saya bisa menjadi alternatif pemasukan.
Pandemi ini harus membuat kita menjadi manusia yang penuh strategi dan cepat beradaptasi. Jangan kalah dengan situasi. Kita pasti bisa.
Â